Zaenal Petani Milenial

 


  Perkembangan peradaban semakin tragis, menyebabkan ladang tani semakin menipis. Banyak perkebunan beralih fungsi jadi perumahan. Sawah perlahan habis menjadi rumah. Hal itu yang menjadi sebab zainal ingin menjadi sarjana pertanian.


    Banyak cibiran yang datang dari lingkungan sekitar. Menganggap Zaenal hanya buang-buang uang. 


"Halah, mau tani saja _ndadak_ kuliah segala. Sayang duitnya nal, mending buat ngebangun kos-kosan. Bisa untuk investasi jangka panjang" celetuk Sobri, rekan ngaritnya saat merumput di pematang sawah.


"Lah, saya ini kuliah untuk membangun desa. Biar desa kita maju dan mendunia" jawabnya singkat.


"Kemajuan yang gimana? Ngarit mah ga butuh _skill_ khusus, cuma modal sabit sama tenaga aja"


"Loh, jangan salah. Kuliah pertanian itu ga melulu soal ngarit. Namun, diajarin juga teknologi buat tani"



***


   Tak terasa Zaenal sudah mengenyam bangku perkuliahan selama tiga setengah tahun. Ilmu yanh diperoleh di bangku kuliahnya telah membantunya menemukan berbagai macam mesin canggih pertanian. Ia membuat pompa hidran untuk irigasi sawah di desanya. Pompa hidran dengan sistem kerja tanpa listrik, telah memangkas hampir 60 persen biaya produksi para petani di desanya.


   Saat ini, ia telah mengembangkan okulasi jeruk mandarin yang dikawinkan dengan jeruk pontianak. Yang mana jeruk itu ia beri nama "jeruk larikan" sebagai suatu penghormatan nama dusun di desanya. Ia berharap para petani menanam jeruk larikan sebagai ciri khas dari wilayah tersebut.


   Tidak hanya itu, ia telah berhasil menciptakan mesin panen otomatis. Dimana mesin itu di pasang pada pangkal pohon, lalu mengeluarkan getaran sekian Hz. Dimana getaran tersebut menyebabkan buah yang telah matang jatuh ke jaring, sedangkan yang belum matang masih tetap di pohon karena masih kuat menahan getaran yang ada.


"Nal, kamu kan udah sarjana, kenapa nggak nyoba ngelamar di perusahan anu biar dapet penghasilan yang gede?"


"Semenjak masuk kuliah, saya sudah bilang. Bahwa saya akan mengabdikan diri saya kepada desa yang telah membesarkan saya"


"Oh, begitu"


"Iya. Kamu tahu sebuah pepatah, (orang kaya mati meninggalkan warisan. orang baik mati meninggalkan kenangan. namun orang besar mati meninggalkan pemikiran dan peradaban)"


"Hallah, ketinggian mimpimu. Urus aja tuh kumis pak camat, saking panjangnya sampe bisa buat nyaring kopi"


"Loh, kita itu harus memikirkan hal-hal besar Bri"


"Hal yang kamu pikirkan terlalu besar sampe kesliring sama pesawat yang lewat. Phytagoras itu menemukan rumus pitagoras karena melihat cicak yang lewat di langit-langit rumahnya. Isac Newthon menemukan hukum gravitasi karena ketiban apel saat ngelamun di pohon apel"


"Oh gitu ya?" tanya Zaenal.


"Lah iya, mending sekarang kamu berfikir gimana caranya agar ketika desa kita mengalami panen raya harga jual tidak anjlog"


"Saya sudah berfikir selangkah lebih maju daripada kamu Bri"


"Lalu apa solusinya"


"Kamu mah orang tani cuma kenal dua musim. Musim hujan sama musim panas"


"Lah, emang musim kan cuma ada dua di negara kita"


"Sudah saya bilang, saya berfikir satu langkah lebih maju daripada kamu. Yang saya lihat, ada banyak musim di negara kita. Ada musim kawin dan musim liburan. Kalo pas menjelang musim kawin, kita tanam cabe atau bawang. Pas menjelang musim liburan kita tanam jagung. Pas menjelang musim puasa kita tanam timun suri"


"Emang tidak sia-sia kau mengenyam bangku kuliahan"


"Tapi ada satu musim yang bikin pusing Bri"


"Musim apa itu?"


"Musim wong mumet. Itu biasanya terjadi beberapa hari setelah hari raya. Nyari uang sebulan habis dalam waktu dua hari. Banyak kondangan, banyak belanja dan banyak orang yang mau ngutang, haha"


***


   Zaenal selalu sibuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan tentang pertanian. Sekarang ia tengah mengembangkan  _indoor farming_. Suatu pertanian yang dilakukan di dalam ruangan.


   Ia bercita-cita mewujudkan swasembada pangan. Mengembangakan _indoor farming_, ia bertani di dalam gedung yang bertingkat. Sehingga dengan lahan yang tidak begitu luas, ia bisa menanam banyak tanaman.


"Saya rasa, ini gagasan yang sangat anti mainstream Nal" celutuk Sobri.


"Iya, cita-cita saya memang menekan proses produksi dengan hasil yang berlipat ganda"


"Sebenarnya apa rahasianya tanaman bisa tumbuh di dalam gedung?"


"Beberapa tahun saya meneliti unsur-unsur yang ada pada sinar matahari. Lalu saya ciptakan lampu _Led Sun_  ini sebagai pemicu fotosintesis. Jadi, ketika tumbuhan yang  ditanam di luar ruangan hanya melakukan fotosintesis pada siang hari, tumbuhan yang saya tanam di dalam ruangan ini bisa berfotosintesis selama 24 jam non stop. Dengan pemacuan fotosintesis, maka tumbuhan yang seharusnya bisa dipanen dalam waktu 30 hari, tumbuhan saya ini bisa panen pada usia 11 hari" jawab Zaenal dengan antusias


"Ketika kamu menggunakan lampu ini berarti kan kamu butuh aliran listrik selama 24 jam non stop untuk suplay daya ke setiap LED nya. Apakah tidak jebol biaya listriknya?"


"Untuk suplai daya, saya telah merancang baterai dengan kemampuan cukup besar menyimpan energi. Di atas gedung ini, saya pasang panel surya, lalu saya juga memasang turbin impuls di selokan sebelah. Jadi kedua benda itu akan menyuplai masing-masing energi surya dan kinetik yang dikonversikan menjadi energi listrik lalu tersimpan di sebuah baterai" 


"Wah mantap sekali. Ini sangat menarik"


"Ya jelas. Dengan teknologi semacam ini, desa kita bisa menjadi lumbung pangan"


"Namun, dengan hasil panen yang melimpah, apakah tidak memicu harga jual yang anjlog?"


"Nanti kita siasati dengan tidak hanya menanam satu jenis buah maupun sayur. Jika hasil tetap surplus dari kebutuhan pasar, bisa kita ekspor ke Mozambiq"


"Emang kamu ada kenalan disana?"


"Ga ada sih, tapi dari aplikasi ekosis disana saya banyak menemukan kolega-kolega yang punya relasi untuk ekspor"


"Kalo ekspor keluar negeri gitu ngangkut barangnya pake apa?"


"Ya tergantung kurirnya, kalo lagi mager biasane pake tosa tiga roda "



Ketika Zaenal tengah asyik ngobrol dengan Sobri. Tiba-tiba ada yang mengguyur wajahnya sambil berteriak keras


"Bangun! kegiatan kalo ga ngopi molor!" teriak ibunya saat mengguyur Zaenal yang tengah molor di teras rumah

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Lebih Dekat Yan Lucky Aditya

sejarah pendidikan