makalah fiqih
Mawani’ul
Irtsi
Disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Fiqih III
Dosen
Pengampu
:Agus Khumaidi,M.Ag.
Disusun
oleh
:
Nama :
Muh. Abdul Rohman
Kelas :
C
NIM :
2021110126
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2011/2012
Bab
I
Pendahuluan
Bagi
seorang muslim,tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau perempuan
yang tidak memahami atau tidak mengerti hukum waris Islam maka wajib
hukumnya(dilaksanakan berpahala,tidak dilaksanakan berdosa) baginya
untuk mempelajari hukum waris Islam tersebut.Dan sebaliknya bagi
siapa yang telah memahami dan menguasai hukum waris Islam maka
berkewajiban pula untukmengajarkannya kepada orang lain.1
BAB
II
Pembahasan
A
.Pengertian Mawani’ul Irtsi
Mawani’ul
irtsi adalah hal-hal / sebab-sebab yang menghalangi seseorang
menerima pusaka.Penghalang kewarisan artinya keadaan yang menjadikan
tertutupnya peluang seseorang mendapatkan warisan.Adapun orang yang
terhalang untuk mendapat warisan ini adalah orang yang memenuhi
sebab-sebab memperoleh warisan.2
B
. Hal-hal yang menghalangi seseorang menerima warisan
- Pembunuhan
Apabila seseorang membunuh muwaris-nya,maka dia tidak
mewarisi harta muwaris-nya itu,karena membunuh muwaris menghalanginya
menerima pusaka.Apabila si pembunuh tidak dihalangi menerima
warisan,tentulah banyak ahli waris membunuh muwarisnya.Dan
berkembanglah pembunuhan di antara kerabat-kerabat yang dekat dan
yang tidak dekat.Selain itu,pembunuhan adalah suatu jarimah yang
dijatuhi hukuman yang terberat dan suatu maksiat yang dibalas dengan
adzab yang berat.Maka tidaklah layak baik menurut akal maupun
syara’bahwa mengerjakan jarimah dan maksiat menjadi jalan untuk
mencapai nikmat dan memperoleh keuntungan.3
Adapun
pembunuhan yang tidak disengaja,maka para ulama berbeda pendapat di
dalamnya.Asy-Syafi’i : Setiap pembunuhan menghalangi
pewarisan,sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh anak kecil atau
orang gila,dan sekalipun dengan cara yang benar seperti had atau
qishas.Aliran Maliki berkata : Sesungguhnya pembunuhan yang
menghalangi pewarisan itu adalah pembunuhan yang sengaja bermusuhan.4
Pembunuhan
yang menghalangi pusaka menurut hanafiah ialah pembunuhan yang
langsung,baik yang karena disengaja yang karenanya wajib
qishas,ataupun yang serupa sengaja atau yang tidak sengaja,atau yang
dipandang sebagai yang tidak disengaja,yang semuanya itu mewajibkan
kaffarah atau diat,apabila pembunuhan itu dilakukan tanpa ada alasan
yang membenarkan,sedang yang melakukan itu orang yang berakal dan
sampai umur.Adapun apabila pembunuhan itu dilakukan dengan ada
alasan,seperti membela diri atau kehormatan,atau harta,maka
pembunuhan yang demikian,tidak menghalangi pusaka.
Menurut
golongan Hanbaliah,segala macam pembunuhan yang berakibatkan
qishas,seperti pembunuhan yang disengaja,atau yang mengakibatkan
diyat,seperti pembunuhan yang tidak disengaja dan yang serupa
disengaja,atau yang merngakibatkan kaffarah,seperti pembunuhan
kerabat muslim yang berperang yang dalam barisan musuh tanpa
diketahui bahwa dia itu
muslim.Maka
para pembunuh diharamkan menerima pusaka.Adapun pembunuhan
dibenarkan,maka tidak menghalangi menerima pusaka.5
- Berbeda Agama
“Seorang
muslim tidak mewarisi dari seorang kafir dan seorang kafir pun tidak
mewarisi dari seorang muslim.”(HR.Ahmad)
Dari
hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Usamah bin Zaid
tersebut,maka seorang muslim tidak mewarisi dari orang kafir dan
seorang kafir tidak mewarisi harta dari seorang muslim.6
Seluruh
ulama berpendapat bahwasannya orang yang bukan muslim tidak menerima
pusaka dari si muslim,apabila sebab penerimaan pusaka itu akibat
perkawinan,atau kekerabatan nasabiyah.Tak ada seorangpun yang
menyimpang dari pendapat ini.Tidak ada pusaka antara suami yang
muslim dengan istrinya yang kitabiyah,sebagaimana tidak ada pusaka
antara ayah dengan anak yang berlainan agama.7
Namun
fuqaha berbeda pendapat tentang mewarisnya orang muslim terhadap
orang kafir dan orang murtad.Jumhur ulama dari kalangan
sahabat,tabi’in serta fuqaha Amshar
berpendapat bahwa orang muslim tidak mewaris orang kafir karena
adanya hadits Shahih tersebut.
Kemudian
menurut Mua’adz bin Jabal dan Mu’awiyah dari kalangan
sahabat,serta Sa’id bin al-Musayyab dan Masruq dari kalangan
tabi’in,dan sebagian fuqaha berpendapat bahwa orang muslim itu
mewarisi orang kafir.Dalam kaitan ini mereka menyamakan hal itu
dengan wanita-wanita orang kafir yang boleh dikawini.Mereka
berkata,”Kami
boleh mengawini wanita merewka,tetapi kami tidak boleh mengawinkan
mereka dengan wanita kami,maka begitu halnya dengan warisan.”Mereka
juga menyamakan kepewarisan dari orang kafir tersebut dengan qishas
darah yang tidak seimbang.8
“Kemudian
apabila seorang suami yang muslim meninggal sedang dia mempunyai
seorang istri kitabiyah,kemudian si istri memeluk Islam sesudah
suaminya meninggal,walaupun dia Islam sebelum harta peninggalan
suaminya dibagi,dia tetap tidak menerima pusaka dari suaminya,karena
adanya halangan yaitu perbedaan agama di waktu dia berhak menerima
pusaka”.Demikianlah pendapat madzhab jumhur ulama.Golongan
Hanbaliah dan Syi’ah Imamiah berpendapat bahwa “perbedaan agama
yang menghalangi pusaka antara si muslim dan yang bukan muslim gugur
apabila istri yang kitabiyah memeluk Islam sebelum harta peninggalan
dibagi.”
Namun
kalau dia memeluk Islam sesudah harta peninggalan dibagi,maka si
istri tidak menerima pusaka dengan ijma’ segala ulama.Hukum ini
berlaku pula terhadap kerabat yang memeluk Islam sesudah yang
meninggalkan harta pusaka yang muslim meninggal.Dia tidak menerima
pusaka menurut jumhur,walaupun dia Islam sebelum harta peninggalan
dibagi.Dan dia menerima pusaka apabila dia memeluk Islam sebelum
pembagian harta peninggalan.9
- Murtad
Semua
ulama sepakat bahwa orang yang keluar dari Islam tidak dapat menerima
pusaka.Milik si murtad terlepas secara hukum semenjak ia kembali ke
agama Islam,atau sampai saat meninggalnya atau dia dibunuh lantaran
murtad.Maka dalam masa itu si murtad tidak mempunyai wewenang atas
hartanya.Kemudian jika dia kembali Islam,kembalilah kedadanya segala
hartanya itu.Dan jika dia meninggal atau dibunuh karena
kemurtadannya,maka hilanglah miliknya sama sekali.
Kemudian
mengenai harta peninggalan orang murtad ada beberapa
pendapat.Tiadalah seseorang dapat menerima pusaka dari orang
murtad,baik lelaki ataupun perempuan,sebagaimana orang murtad tidak
dapat menerima pusaka dari orang lain.Harta yang mereka peroleh
sebelum murtad,ataupun sesudahnya hingga sampai kepada masa mereka
meninggal di masukkan ke dalam Baitul Mal.Dimasukkan ke dalam Baitul
Mal bukan dipandang menjadi harta pusaka orang Islam.Dan tidak pula
diberikan harta mereka kepada orang Islam.Dan tidak pula diberikan
harta mereka kepada waris-waris mereka yang Islam.Karena si murtad
meninggal dalam keadaan kafir,dan tidak ada pusaka antara muslim
dengan kafir.Demikianlah pendapat Ibnu Abbas yang diikuti oleh
Malik,Asy-Syafi’i dan yang dipandang shahih dalam mazhab Ahmad.
Harta
si Murtad yang diperoleh di waktu dia masih Islam,menjadi pusaka bagi
waris-warisnya yang muslim,sedang hartanya yang diperoleh sesudah dia
murtad sebelum meninggal,menjadi milik para muslim dan dimasukkan ke
Baitul Mal.Inilah mazhab Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri.
Harta
si murtad baik yang diperoleh di waktu dia masih Islam maupun yang
diperoleh di waktu dia telah murtad sampai pada saat dia
meninggal,menjadi harta pusaka bagi waris-warisnya yang
muslim.Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar,Ali dan Ibnu
Mas’ud.Dan inilah yang dipegang oleh Abu Yusuf dan Muhammad ibnu
Hasan.10
4.
Berbeda Negara
Yang
di maksud adalah berbeda kebangsaan.Perbedaan ini tidak menjadi
penghalang pewarisan di antara kaum muslimin, Karena setiap muslim
itu mewarisi dari seorang muslim,sekalipun berbeda wilayah.Dikatakan
dalam Al Mughni : Kesimpulan saya ialah bahwa orang – orang yang
satu agama itu saling mewarisi sekalipun negara mereka berbeda, sebab
keumuman dari nash – nash menghendaki pewarisan di antara mereka,
dan tidak ada nash,ijma’ dan kias yang menunjukan kekhususan
terhadap mereka, sehingga keumuman nash- nash itu wajib di
laksanakan.
Yang
dimaksud dengan perbedaan tempat atau negri,ialah berlainan
pemerintahan yang diakui oleh waris dan muwaris.Menurut mazhab
Hanafiah dan Syafi’iyah,bahwa berlainan tempat merupakan penghalang
pusaka antaraorang-orang yang bukan muslim.Dan berlainan negri
terhadap orang-orang yang bukan muslim adalah apabila tidak ada
‘Ismah
antara dua negri itu dan masing-masing memandang halal untuk
memerangi yang lain,serta tidak ada pula hubungan persahabatan.
Maka
apabila kedua hal diatas tidak ada,dipandanglah negri tersebut
sebagai negri yang berlainan.Adapun negri-negri Islam,yang berlaku di
dalamnya kekuasaan Islam,maka dipandang negri-negri itu satu Negara.
Menurut
mazhab Malik,Ahmad dan Ahl adh-Dhahir,bahwasannya berlainan negri
tidak menjadi penghalang bagi penerimaan pusaka terhadap orang yang
bukan muslim.mereka berpegang kepada nash-nash yang umum.
5.
Perbudakan
Sejak
semula Islam menghendaki agar perbudakan dihapus,namun kenyataanya
perbudakan sudah merata dimana-mana dan sukar dihapus.Oleh karena
itu,perbudakan mendapat tempat dalam pembahasan hokum Islam.Di dalam
Al-qur’an telah digambarkan bahwa seorang budak tidakj cakap
mengurus hak milik kebendaan dengan jalan apa saja.Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT QS An-Nahl:75
“Allah
telah membuat perumpamaan seorang budak yang tidak dapat bertindak
suatu apapun.”
Status
seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris,karena dipandang tidak
cakap mengurusi harta & telah putus hubungan kekeluargaan dengan
kerabatnya.Bahkan ada yang memandang budak itu statusnya sebagai
harta milik tuannya.Dia tidak dapat mewariskan harta
peninggalannya,sebab ia sendiri & segala harta yang ada pada
dirinya adalah milik tuannya.Dia tidak memiliki harta.
C.
Pusaka
untuk banci
Ada
tiga pendapat mashur di kalangan ulama mengenai pemberian hak waris
kepada banci.
- Mazhab Hanafi : bahwa hak waris banci adalah yang paling (lebih) sedikit bagiannya diantara keadaanya sebagai laki-laki atau wanita
- Mazhab Maliki : pemberian hak waris kepada banci hendaklah tengah-tengah diantara kedua bagiannya.Maksudnya,mula-mula permasalahannya dibuat dalam dua keadaan,kemudian disatukan & dibagi menjadi dua,maka hasilnya menjadi hak / bagian banci.
- Mazhab Syafi’I : bagian setiap ahli waris waris & banci diberikan dalam jumlah yang paling sedikit.Karena pembagian seperti ini lebih meyakinkan bagi tiap-tiap ahli waris.Sedangkan sisanya (dari harta waris yang ada) untuk sementara tidak dibagikan kepada masing-masing ahli waris hingga telah nyata keadaan yang semestinya.Inilah yang dianggap paling rajih (kuat) di kalangan mazhab Syafi’i.11
D.
Hijab dan Mahjub
Hijab
secara bahasa menghalangi atau mencegah. Adapun secara istilah adalah
terhalangnya seseorang dari sebagaian atau semua harta warisnya
karena adanya ahli aris lain.
Mahjub
secara bahasa ahli waris yang ditutup hak pusakanya karena adanya
ahli awaris yang lebih utama.
E.
Perbedaan antara mahrum dan mahjub
1.
Mahrum itu samasekali tidak berhak mewarisi, seperti orang yang
membunuh ( orang yang mewariskan ). Sedangkan mahjub itu berhak
mendapat warisan, akan tetapi dia terhalang karena adanya orang lain
yang lebih utama darinya yang berhak mendapatkan warisan.
2.
Orang yang mahrum dari warisan itu tidak mempengaruhi orang lain,
maka dia tidak menghalanginya sama sekali, bahkan dia di anggap
seperti tidak ada saja. Misalnya seseorang mati dan meninggalkan
seorang anak laki – laki kafir dan seorang saudara laki – laki
mulim, maka warisan itu semua adalah bagi saudara laki- laki, sedang
anak laki – laki tidak mendapatkan apa – apa. Adapun orang yang
mahjub ( terhalang ), terkadang dia mempengaruhi orang lain, dia
menghijabnya. Misalnya, dua atau lebih saudara – saudara laki –
laki bersama dengan adanya ayah dan ibu. Keduanya ( saudara laki –
laki dan ibu ) tidak mewarisi karena adanya ayah, dan keduanya ( ayah
dan saudara laki – laki ) menghijab ibu dari menerima sepertiga
menjadi seperenam ).12
F.
Penghalang waris di Indonesia
Pasal
173 Bahwa : Seorang terhalang menjadi ahli waris dengan putusan hakim
yang telah mempunyai hukum yang tetap, di hukum karena :
Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh / menganiaya berat
pewaris.13
Bab
III
Simpulan
Adanya
mawani’ul irtsi ini bertujuan agar seseorang tidak melakukan /
menjauhi dosa-dosa besar yang dapat menghalangi seseorang menerima
warisan.
Tidak
semua orang mengetahi hal-hal yang menyebabkan seseorang terhalang
memperoleh warisan.Dengan mempelajari mawani’ul irsti ini
diharapkan diharapkan para pembaca mengetahui hal-hal yang dapat
menghalangi seseorang memperoleh warisan,sehingga kita menghindari
perbuatan-perbuatan yang dapat menghalangi kita memperoleh warisan.
Masalah
warisan seringkali menyebabkan pertikaian bahkan pertumpahan darah
sesama saudara muslim.Dengan mempelajari fiqih mawaris diharapkan
seseorang dapat lebih memahami ilmu waris serta menambah kebaktian
kita terhadap orang tua.Bukan malah menyusahkan orang tua di alam
kubur karena anak-anaknya saling berebut pusaka.
Daftar
Pustaka
Umam,Dian
Khairul,Fiqih
Mawaris,Pustaka
Setia,Jakarta,1999
Ash-Shiddieqy,Teungku
Muhammad Hasbi,Fiqh
Mawaris,Pustaka
Riski Putra,Semarang,2010
Zainuddin,A
dan Muhammad Jamhari,al-Islam,Pustaka
Setia,Bandung,1999
Sabiq,Sayyid,Fiqih
Sunnah,Alma’arif,Bandung,1987
Ibnu
Rusyd,Al-Faqih Abu Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad,Bidayatul
Mujtahid,Pustaka
Amani,Jakarta
K.Lubis,Suhrawardi
dan Komis Simanjuntak,Hukum
Waris Islam,Sinar
Grafika,Jakarta,2007
Muhibbin,moh
dan Abdul Wahid,Hukum
Kewarisan Islam,Sinar
Grafika,2009
As-Shabuni,Muhammad
Ali,Pembagian
Waris Menurut Islam,Gema
Insani,Jakarta,1995
1
Suharso K.Lubis,S.H dan Komis Simanjuntak,S.H,Hukum Waris
Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,2007),hlm.2
3
Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,Fiqh
Mawaris,(Semarang:Pustaka Riski Putra,2010),hlm.37
4
Sayyid Sabiq,fiqih sunnah,(Bandung:Al-Ma’arif,1987).hlm.260
5
ibid.Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy,hlm.38
7
A.Zainuddin,S.Ag dan Muhammadd
Jamhari,S.Ag,Al-Islam,(Bandung:Pustaka Setia,1999),hlm.62
8
Al-Faqih Abu Wahid Muhamad bin Achmad bin Muhammad ibnu
Rusyd,Bidayatul Mujtahid,(Jakarta:Pustaka Amani),hlm.414
9
Op.cit, Prof.Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,hlm.45
10
Ibid,Prof.Dr.Teungku Muahammad Hasbi Ash-Shiddieqy,hlm.45
11
Muhammad ali Ash – Shabuni, Pembagian
waris menurut islam, ( Jakarta : Gema
insani press, 1995 ), hlm. 162
12 Ibid,
Sayyid sabiq, hlm. 287
13
Op.cit,Suharso
K.Lubis dan Komis Simanjuntak,hlm.173
Comments
Post a Comment